Harian Ponorogo – Proses penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Ponorogo untuk periode 2023-2043 telah memasuki tahap akhir.
Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, yang akrab disapa Kang Giri, menjadi pusat perhatian dalam pertemuan dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kemen ATR-BPN) pada Jumat pekan lalu (10/11).
Dalam pertemuan tersebut, Kang Giri diminta untuk memaparkan pemetaan wilayah, konsep pemisah, dan batasan wilayah di Ponorogo untuk dua dekade mendatang. Pembahasan Raperda RTRW telah mencapai tingkat kementerian, dan kini tinggal menanti pengesahan di tingkat legislatif.
Proses ini telah dikebut sejak awal tahun 2022, dengan harapan bahwa Raperda ini dapat memberikan tatanan yang baik untuk kawasan wilayah Ponorogo.
Kang Giri menekankan pentingnya menegaskan batas antara lahan persawahan, permukiman, industri, kawasan lindung, dan pertambangan.
“Kami tidak ingin melihat lahan sawah di Ponorogo terus berkurang, oleh sebab itu aturan ketat wajib di siapkan” ungkap Kang Giri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) setempat, pada tahun 2020, tercatat 32.934 hektare sawah irigasi di kabupaten ini. Luasan sawah irigasi di Ponorogo meningkat pada tahun berikutnya, menjadi 33.239 hektare.
Kang Giri sangat menegaskan bahwa penyusutan lahan sawah harus dicegah, dan setiap alih fungsi lahan harus memperoleh izin yang sesuai.
“Semua harus berizin. Kami tidak ingin melihat tanah sawah tiba-tiba menjadi perumahan atau bangunan tanpa izin,” tegasnya.
Selain itu, Kang Giri menekankan bahwa RTRW akan menjadi landasan penegakan dan penataan kawasan industri dan pertambangan di Bumi Reog.
Menurutnya, selama ini, keberadaan kawasan tersebut seringkali tercecer, seperti adanya pabrik yang berdekatan dengan sekolah atau tambang yang muncul di wilayah permukiman.
Kang Giri berpendapat bahwa penataan kawasan harus disesuaikan dengan fungsinya masing-masing.
Ia menegaskan bahwa RTRW akan menciptakan Ponorogo yang ideal, dengan memetakan kawasan yang dapat menjadi sawah, industri, wisata, tambang, konservasi, tanpa adanya tumpang tindih.
“Setiap bagian kawasan harus memiliki fungsi yang jelas, sehingga tidak tumpang tindih yang dapat merugikan masyarakat,” ujarnya.