HARIAN PONOROGO – Dalam lembaran sejarah Ponorogo yang kaya akan tradisi, terdapat sebuah kesenian bela diri fisik yang pernah menjadi kebanggaan masyarakat pada masa lalu, dikenal sebagai garesan atau adu tulang kering.
Kesenian ini, yang dahulu menduduki tingkatan tertinggi dalam dunia bela diri Ponorogo, kini hanya tinggal kenangan yang mengingatkan kita akan keberanian dan kekuatan fisik para warok di masa lalu.
Menurut Babad Ponorogo, buku sejarah karya Purwowijoyo, garesan bukan semata teknik latihan fisik, melainkan sebuah warisan berharga dari para murid Ki Ageng Kutu Suryongalam.
Dalam praktiknya, garesan melibatkan dua orang yang beradu kekuatan fisik untuk menunjukkan siapa yang memiliki kuda-kuda paling kuat.
Dulu, garesan merupakan bagian penting dari dunia bela diri Ponorogo, namun kini kesenian ini telah mengalami kemunduran yang signifikan. Salah satu faktor yang menyebabkan punahnya garesan adalah risiko bahaya yang dianggap tinggi.
Teknik ini, yang melibatkan kontak fisik antara tulang kering yang keras, dinilai memiliki potensi cedera yang berbahaya bagi para pesertanya.
Dalam bentuk perhelatan kesenian garesan, para peserta melibatkan serangan dengan posisi miring untuk mengarah pada bagian betis lawan.
Meski disebut adu tulang kering, peraduan ini tidak melibatkan benturan langsung, melainkan serangan bergantian terhadap betis lawan. Pada masanya, garesan dilakukan di arena yang luas, terbuka, dan jauh dari keramaian jalan umum.
Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh remaja dan dewasa laki-laki karena dianggap berisiko bagi fisik.
Zaman dulu menuntut para warok atau murid untuk mencapai beberapa tingkatan dalam dunia bela diri sebelum masuk ke garesan.
Mulai dari teknik pukulan atau jotos, kemudian dilanjutkan dengan sorogompo atau gulat, serta teknik tali kendil. Baru setelah itu, peserta dapat masuk pada tingkat ground fighting atau dikenal dengan istilah gulung gemak.
Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat Ponorogo secara perlahan meninggalkan kesenian garesan dan tidak mempraktekkannya lagi hingga saat ini.
Meskipun pernah menjadi bagian penting dari sejarah bela diri Ponorogo, garesan kini hanya tinggal kenangan, mengingatkan kita akan keberanian dan kekuatan fisik yang pernah dimiliki oleh para warok di masa lalu.
Sebuah jejak berharga yang patut dijaga agar tidak pudar ditelan derasnya arus waktu.